Refleksi: “Hidup Saling Mengasihi”

0
1188

“Pacem in Terris, quam homines universi cupidissime quovis tempore appetiverunt, condi confirmarique non posse constat, nisi ordine, quem Deus constituit, sancte servanto”

Kalimat tersebut adalah kalimat pembuka dalam ensiklik Pacem in Terris yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963. Kalimat pembuka ini mau menegaskan pemahaman Gereja Katolik tentang bagaimana perdamaian dapat tercipta di dunia: yaitu bahwa damai di bumi yang dirindukan oleh semua orang dari setiap waktu hanya dapat tercipta ketika perintah Allah dapat ditaati dengan setia. Perintah Allah yang dimaksud adalah perintah untuk saling mengasihi. Tuhan memberikan perintah baru yaitu supaya manusia saling mengasihi satu dengan yang lain agar keadilan dan kedamaian tercipta di bumi (Bdk. Yoh 13:34)

Realita dunia sekarang ini banyak memperlihatkan gambaran tentang penderitaan, kesengsaraan dan kebinasaan. Jeritan manusia pun alam terdengar dimana-mana. Perang dan wabah penyakit mendatangkan kehidupan yang sengsara. Tak berhenti di situ, berbagai kesulitan dunia mendorong manusia untuk tidak bertindak sesuai dengan hati nurani. Akibatnya kejahatan muncul di setiap tempat di bumi. Dari kejahatan itu pula lahirlah ketidak-adilan dan permusuhan.

Ditengah-tengah hiruk-pikuk dunia yang demikian, Gereja bertumbuh dan berkembang. Konsekuensinya adalah Gereja turut berhadapan dengan persoalan menyangkut keadilan dan kedamaian. Beruntunglah kita bahwa di dalam Gereja sebagai tubuh ada Kristus sebagai kepala yang menjadi teladan bagi setiap umat beriman untuk menjadi pejuang keadilan dan kedamaian dunia. Perintah baru yang Kristus berikan bagi Gereja merupakan bekal dan senjata supaya setiap orang beriman mampu untuk menjadi seorang pejuang keadilan dan kedamaian. Perintah untuk saling mengasihi diharapkan mampu untuk tumbuh dalam hati nurani manusia serta ditaati dengan penuh cinta supaya setiap laskar Kristus mampu menciptakan damai di bumi.

Perintah baru ini berdasarkan pada cinta. Cinta merupakan obat yang menyembuhkan dan memperasatukan. Ketika dalam hidup panggilan atau dalam hidup sosial saya sering terluka karena orang lain, cinta ini mampu untuk mengobati, jika cinta mampu mengobati makan tak akan ada perceraian dan hanya ada persatuan. Inilah perintah baru yang Tuhan kehendaki yaitu supaya kita saling mengasihi satu dengan yang lain. Mother Theresa menambahkan bahwa kita harus mencintai sampai merasa sakit. Kristus sendiri adalah teladan sejati dari “mencintai sampai merasa sakit” cinta-Nya bagi manusia berujung pada penderitaan bahkan sampai wafat di salib. Pengorbanan adalah bentuk sesungguhnya dari mencintai. Dengan mencintai sampai terluka kita akan terhindar dari kerusuhan. Dengan mencintai sampai terluka kita akan mampu menyadari dan menghargai hak orang lain.

Refleksi ini mengajak saya dan saudara sekalian untuk menjalankan dengan sungguh-sungguh dan setia perintah baru Tuhan bagi kita yaitu perintah untuk saling mengasihi. Dengan Kristus sebagai teladan sejati, saya dan anda sekalian selalu dipanggil Tuhan untuk mencintai sesama. Dengan demikian bersama Kristus kita semua menjadi pejuang keadilan dan kedamaian dunia.

(Fr. Delviano Kapele)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini