Tubuh mu Bait Roh Kudus? Ini tentunya menjadi pertanyaan relfektif yang relevan dan mendalam bagi kita sebagai orang beriman. Sebelum kita mulai memperhatikan hal-hal yang ada di sekitar kita, seperti orang lain dan lingkungan, langkah bijak yang perlu kita lakukan adalah memperhatikan diri kita terlebih dahulu. Kita harus bisa memahami diri kita terlebih dahulu. Mulai dari kekurangan dan kelebihan yang kita miliki, serta segala hal yang menyangkut diri kita secara internal. Dengan demikian kita bisa menilai, apakah diri kita layak untuk menjadi Bait bagi Roh Kudus. Membuat diri kita layak sebagai Bait Roh Kudus, bagi saya bukanlah hal yang mudah karena ini menyangkut kebersihan dalam dan luar diri kita dari segala perbuatan dosa.
Jadi pertanyaan lebih lanjut, apakah kita layak untuk menjadi Bait Roh Kudus? Satu hal yang perlu kita sadari sebagai orang beriman adalah Roh Kudus senantiasa berkarya dalam diri kita, agar kita selalu terarah pada kekudusan dalam hidup, sehingga kita jauh dari tindakan dosa. Sebagai manusia tentunya kita mudah jatuh dalam godaaan dosa, tapi yang terpenting kita perlu mengakui dosa tersebut, bertobat, dan tidak mengulanginya lagi. Dengan demikian kita layak untuk menjadi tangan dan kaki Tuhan dalam mewartakan sabda bahagia dan melakukan tindakan-tindakan bagi sesama.
Kita harus sadar bahwa Tuhan ingin kita anak-anak-Nya bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan ingin agar kita menjadi tangan dan kaki-Nya dalam melaksanakan kasih yang konkret di tengah dunia ini. Maka kita seharusnya melakukan tindakan kasih kepada sesama kita, seperti halnya Allah mengasihi kita. Tujuannya agar supaya kita menjadi serupa dengan Yesus dalam hal perbuatan kasih. Tentunya kita mempunyai pengalaman terkait perbuatan kasih. Misalnya menolong sesama yang kesusahan, walau diri kita sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kita sesungguhnya diciptakan untuk menjadi perpanjangan tangan dan kaki dari Allah sendiri.
Saya pribadi mempunyai pengalaman menyangkut perbuatan kasih, misalnya dalam hal-hal sederhana seperti memberi diri untuk memimpin ibadat sabda. Sejak SMA saya sudah sering diajak oleh orangtua untuk aktif dalam peribadatan dan bahkan memimpin ibadat. Ajakan itu terjadi karena saya memang kurang memperhatikan kehidupan rohani saya, seperti jarang berdoa, beribadat, ataupun masuk ke Gereja. Hal itu membuka mata saya dan membuat saya sadar bahwa ternyata Tuhan menjadikan saya perpanjangan tangan dan kaki-Nya dalam mewartakan sabda-Nya di dunia, sehingga membuat hidup saya bermakna. Saya sadar bahwa ternyata ketika kita memberi diri sepenuhnya kepada karya Tuhan, diri kita akan dipakai oleh Tuhan dan menurut saya itu adalah hal yang membahagiakan. Pengalaman itu membuat hidup saya lebih terarah dan menyadarkan saya bahwa ternyata setiap orang termasuk saya, sesungguhnya mempunyai makna dan tujuan hidup masing-masing.
Hal itulah yang mendorong saya untuk masuk ke seminari. Saya dengan sadar dan sepenuh hati memberi diri kepada panggilan Tuhan untuk melayani umat-Nya secara lebih dekat lewat jabatan Imamat suci. Saya yakin Tuhan sudah, sedang, dan akan selalu menjadikan kita semua sebagai tangan dan kaki-Nya. Pengalaman-pengalaman konkret dalam hidup seperti itulah yang menguatkan diri kita, sehingga kita semakin sadar bahwa kita adalah tangan dan kaki Tuhan. Jadi, pengalaman-pengalaman tersebut mengajarkan hal penting bagi saya, bahwa tanpa Tuhan, hidup kita tidak akan bermakna, dan tanpa memaknai hidup, kita tidak akan bisa memahami diri kita sendiri, dan ketidakmampuan memahami diri sendiri, membuat diri kita tidak layak menjadi Bait Roh Kudus.
(Fr. Fidelis Kumarurung)