Bulan Mei dikenal sebagai bulan Maria oleh Gereja. Pada bulan ini seluruh anggota Gereja memberi penghormatan secara khusus kepada Maria dengan mendaraskan untaian doa Rosario. Mungkin ada di antara kita yang bertanya, “Mengapa Gereja menghormati Maria secara khusus?” Berikut ulasannya.
Injil Yohanes mengisahkan bahwa pada saat sebelum Yesus wafat di kayu salib, Yesus menyerahkan murid-Nya kepada Maria dan sebaliknya menyerahkan Maria kepada murid-Nya, sehingga sejak saat itu Maria dan murid-Nya mulai menjadi satu keluarga dan tinggal di dalam satu rumah (bdk. Yoh 19:25-27). Menurut Injil Yohanes, ketika Yesus melihat Maria dan murid-Nya berdiri berdampingan, Yesus berkata kepada Maria: “Ibu, inilah anakmu!” dan kepada murid-Nya: “Inilah ibumu!”
Dengan perkataan itu, jelas sekali bahwa Yesus menghendaki agar Maria dan murid-Nya menjadi satu keluarga. Yesus mengajak Maria untuk menerima murid-Nya sebagai anaknya, dan sebaliknya Ia mengajak murid-Nya untuk menerima Maria sebagai ibunya. Bagaimana kemudian Maria dan murid itu mengamalkan ajakan Yesus tersebut, tidak dikisahkan lebih lanjut oleh Injil Yohanes (bdk. Yoh 21:25).
Namun Kisah Para Rasul memberikan kesaksian bahwa sesudah Yesus wafat, bangkit dan naik ke surga, Maria dan para murid Yesus kemudian berkumpul bersama-sama dalam satu rumah untuk berdoa dengan tekun dan sehati (bdk. Kis 1:12-14). Berdasarkan kesaksian Injil Yohanes dan Kisah Para Rasul ini, Maria kemudian dihormati oleh umat Katolik sebagai “Mater Ecclesiae”, yang berarti “Bunda Gereja”.
Mengutip Santo Agustinus, Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis “Lumen Gentium” Terang Gereja menegaskan sebagai berikut: “Maria memang Bunda para anggota (Kristus), karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu. Oleh karena itu, ia menerima salam sebagai anggota Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun sebagai pola teladannya yang mengagumkan dalam iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus, Gereja Katolik menghadapinya penuh rasa kasih sayang sebagai bundanya yang tercinta!” (bdk. LG 53).
Jadi, menurut Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mengakui peran Maria bukan hanya sebagai anggotanya yang serba unggul dan sangat istimewa, melainkan juga sebagai pola teladannya yang mengagumkan serta sebagai bundanya yang tercinta. Maka, sesuai dengan penegasan Konsili Vatikan II, Paus Paulus VI memaklumkan Maria bukan hanya sebagai “Bunda Kristus”, sang Kepala, tetapi juga sebagai “Bunda Gereja”, para anggota-Nya. (red).
Disadur dari:
Njiolah, Hendrik. Sekilas tentang Maria. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 2003, hlm. 20-22.