Mengasihi merupakan sebuah ungkapan yang sekaligus membutuhkan tindakan. Mengasihi janganlah hanya menjadi ungkapan hampa atau kosong yang tiada artinya. Mengasihi haruslah dapat menjadi dasar dalam menjalin relasi antar sesama. Sebagaimana kita ketahui bahwa kasih adalah perasaan sayang atau perasaan iba. Maka, perasaan ini dapat dijadikan sebagai sesuatu atau sarana yang menjiwai hubungan antara setiap orang.
Dalam Injil hari ini dikisahkan tentang Yesus dan orang-orang Saduki yang bersoal jawab tentang “Hukum manakah yang paling utama?” Yesus menjawab bahwa ada dua hukum yang paling utama. “Hukum yang utama dan terutama ialah kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini”.
Kasih merupakan kata yang penting dalam seluruh isi Alkitab. Ajaran tentang kasih telah lama hidup sejak Musa diutus untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Hukum Taurat mengajarkan kasih, baik kasih kepada Allah maupun kepada sesama. Cara untuk mengasihi sesama adalah dengan mengasihi dia seperti mengasihi diri sendiri. Dalam relasi dengan sesama, Yesus dalam pengajaran-Nya, selalu menekankan agar kita saling mengasihi. Namun siapa yang hendaknya kita kasihi lebih utama? Secara realistis tentu perasaan kasih yang kita miliki tidak dapat tersalur sepenuhnya kepada semua orang. Kita sadar bahwa ada begitu banyak orang di sekeliling kita. Sehingga pastilah ada orang-orang tertentu yang dapat kita kasihi secara lebih dan ada orang- orang tertentu pula yang kita kasihi dengan takaran-takaran atau batasan- batasan tertentu. Akan tetapi mari dalam masa prapaskah ini hendaknya kita belajar mengasihi sesama secara total. Mengasihi tanpa memandang batasan apapun. Sama seperti Yesus yang mengasihi sampai titik darah penghabisan yang berpuncak pada salib-Nya di atas puncak Golgota. Peristiwa itu mencerminkan kasih-Nya kepada Bapa sekaligus kepada manusia. Dengan kasih-Nya itu Ia menghubungkan kembali relasi Allah dan manusia. Dengan kasih-Nya itu Ia menghidupkan, mengumpulkan, dan menguduskan segala sesuatu. Dengan kasih-Nya itu Ia membawa manusia kepada keselamatan. Lewat tindakan-Nya itu Ia mengajarkan kepada kita arti sesungguhnya dari ungkapan “mengasihi”. Kita semua dipanggil untuk menjadi sama seperti Yesus.
(Fr. Frederikus Babaubun)