Perumpamaan tentang anak yang hilang merupakan cerita yang tak asing lagi bagi kita. Perumpamaan ini menceritakan sosok seorang ayah dengan dua orang anaknya. Cerita ini menggambarkan kehidupan manusia di dunia. Cerita ini sebenarnya sangat menggambarkan kelangsungan relasi antara Allah dengan manusia. Sang ayah menggambarkan sosok Bapa yang Maha Pengasih dan dua anaknya menggambarkan pribadi-
pribadi manusia.
Injil hari ini mau mengungkap realitas kehidupan manusia yang cenderung menghamburkan harta dan kepunyaan untuk berfoya-foya. Manusia kadang kala jatuh pada kesombongan, sehingga menghamburkan harta demi ketenaran atau supaya dipuji orang. Inilah yang digambarkan oleh anak yang hilang. Kemudian, sikap manusia lainnya yakni sulit untuk mengampuni orang yang ingin bertobat. Ini ditunjukkan oleh saudara anak yang hilang. Inilah realitas yang terjadi dalam kehidupan manusia. Dalam perumpamaan dikisahkan bahwa sang ayah membagi hartanya kepada anak-anaknya. Tindakan sang ayah ini menggambarkan keadilan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang terhadap semua orang. Berkatnya diberikan kepada kita semua umat manusia tanpa terkecuali. Selanjutnya, tinggal manusia sendiri yang memilih caranya masing-masing untuk menanggapinya. Kedua putra mempunyai cara masing-masing untuk menanggapi pemberian sang ayah. Yang satu memilih untuk tinggal di rumah dan membantu ayahnya. Hal ini mengandung makna kesetiaan berkarya untuk Kerajaan Allah. Sementara putra yang lain, meninggalkan rumah karena ingin membangun kerajaannya sendiri. Akhirnya ia melarat dan kembali kepada ayahnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, dua gambaran kehidupan manusia itu memang sangat nampak. Rahmat yang diberikan Tuhan bagi kita tidak dimanfaatkan dengan baik. Talenta dan kelebihan yang Ia berikan tidak dikembangkan sehingga talenta itu menghilang secara perlahan. Di sisi lain, kadang kala manusia jatuh pada kedisiplinan tanpa cinta kasih. Sebagian manusia menekankan kehidupan yang teratur. Tetapi, dalam kehidupan yang teratur itu, manusia lupa untuk memperhatikan sesama. Bila ada sesama yang terpuruk, kita sering menghakiminya tanpa merangkulnya untuk kembali berdiri tegak. Bila sesama ingin bertobat, hati kita sering kali menjadi keras. Kita semua adalah saudara dalam Kristus, karena telah mengalami kasih Allah lewat pengampunan-Nya. Maka, marilah kita berusaha hidup dalam terang Tuhan sambil meneruskan rahmat pengampunan Tuhan kepada sesama kita. Kita bersyukur atas pemberian Tuhan dan berusaha untuk peka terhadap sesama di sekitar kita.
(Fr. Leo Sonny Songbes)