Hari Biasa (H)
Mi. 7:14-15.18-20; Mzm. 85:2-4.5-6.7-8; Mat. 12:46-50
Dalam Injil Matius 12:46-50 dikisahkan suatu momen yang bisa jadi membingungkan namun memiliki makna yang dalam. Dikisahkan bahwa kala itu Maria ibu Yesus dan saudara-saudaraNya datang menemui Dia. Alih-alih menyambut mereka dengan hangat, Yesus justru berkata : “Siapa ibuKu? dan siapa saudaraKu?… siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.”Perkataan Yesus tersebut tentu saja untuk sebagian orang terasa seperti membingungkan. Yesus seakan-akan tidak menyambut kedatangan ibu dan saudara-saudaraNya. Apakah hal tersebut menunjukkan bahwa Yesus tidak menghargai ibu-Nya atau mengabaikan saudara-saudaranya? Tentu saja maksud dari tindakan dan perkataan Yesus tidaklah demikian. Perkataan Yesus memiliki makna yang lebih luas. Yesus mau menggeser definisi keluarga dari ikatan darah semata menuju konsep keluarga Allah yang lebih luas.
Ketika kita membaca atau mendengarkan kutipan Injil tersebut, maka kita perlu merefleksikannya secara lebih mendalam, bukan hanya sepintas membaca atau mendengarkan saja. Yesus sama sekali tidak bermaksud untuk mengabaikan ibu dan saudara-saudaraNya, sebaliknya Ia sangat menghormati dan menghargai mereka. Namun, Yesus hendak menekankan bahwa relasi kedekatan dan kekeluargaan dengan Allah merupakan fondasi utama untuk membangun relasi kekeluargaan sejati dengan siapa saja, tidak tergantung pada keluarga biologis semata. Yesus mau mengatakan bahwa semua orang yang taat dan setia kepada Allah adalah termasuk juga keluargaNya. Hal itu berarti kasih dan persaudaraan tidak semata-mata terbatas pada mereka yang memiliki hubungan darah dengan kita, yang termasuk keluarga biologis kita, namun juga mencakup orang lain.
Kisah dalam Injil ini hendak mengajarkan kita bahwa kita harus membuka hati dan pikiran untuk menerima semua orang tanpa membeda-bedakan. Kita diajak untuk mengasihi dan mencintai orang lain dan merangkul keberagaman sebagai perwujudan keluarga Allah yakni keluarga yang saling mengasihi. Kita didorong untuk saling mambantu dalam kesulitan, saling mendoakan dan melakukan yang terbaik bagi orang lain, sama seperti kita menganggap mereka sebagai keluarga sendiri.
(Fr. Marselino Porajow)
“Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laku-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mat .12:50).
Marilah berdoa:
Ya Allah, bantulah kami untuk memahami dan menghidupi makna keluarga Allah yang sejati. Ajarlah kami untuk membangun hubungan yang erat dengan sesama sebagai keluarga-Mu. Amin.