Hari Biasa (H)
1 Raj. 11:29-32; Mzm. 81:10-11ab, 12-13, 14-15; Mrk. 7:31-37.
Orang bijak pernah berkata, “Niat baik tanpa aksi nyata hanyalah sebuah mimpi.” Kata bijak tersebut tentu sangat relevan dengan kita semua sebagai orang-orang yang hidup pada pada zaman ini. Kita hidup di zaman, dimana kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat dan kita bisa dengan mudah menemukan kata-kata motivasi atau bahkan kata-kata inspirasi hanya dengan menonton konten-konten media sosial. Kata-kata tersebut dapat secara langsung mendorong kita untuk berniat melakukan hal-hal yang bersifat transformatif bagi diri maupun bagi orang-orang di sekitar kita. Artinya bahwa dalam diri kita telah tertanam benih-benih yang baik, dalam hal ini niat untuk melakukan kebaikan. Namun semuanya itu belum sepenuhnya efektif sejauh hanya sebatas niat. Tanpa tindakan konkret, niat itu hanyalah sebuah mimpi belaka.
Dalam Injil hari ini, kita membaca dan mendengar kisah seorang tuli sekaligus gagap yang disembuhkan oleh Yesus. Hal yang menarik dari kisah ini adalah bahwa si penderita tuli dan gagap tersebut agaknya diceritakan sedikit berbeda dengan para penderita lain yang diceritakan dalam Injil. Kita dapat membandingkannya dengan kisah tentang Bartimeus (Mrk 10:46-52). Dalam kisah tentang penyembuhannya, Bartimeus secara mandiri meminta belas kasih dari Yesus dengan berteriak sambil memohon di tengah keramaian banyak orang. Bartimeus mampu melakukan hal demikian karena meskipun buta, ia masih bisa mendengar dan berbicara. Berbeda dengan Bartimeus, kisah tentang penderita tuli dan gagap yang diceritakan dalam Injil hari ini memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi. Oleh karena itu ia memerlukan orang lain untuk membantu dirinya berkomunikasi dengan Yesus.
Beruntung bahwa orang-orang di sekitar dirinya adalah orang-orang yang mau peduli dengannya. Mereka dikisahkan sebagai orang-orang yang tidak hanya memiliki niat baik, tetapi juga adalah orang-orang secara konkret merealisasikan niat baik itu. Kemudian pada akhir perikop dikisahkan bahwa orang-orang di sekitar itu tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.” Ungkapan ini adalah bukti atas tindakan nyata yang dilakukan Yesus dan pada saat yang sama mereka menjadi saksi atas kepedulian Yesus terhadap sesama-Nya yang menderita.
Bunda Teresa dari Kalkuta pernah berkata, “Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar, namun kita dapat melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar.” Sejalan dengan pesan Injil mengenai pentingnya tindakan nyata, perkataan Bunda Teresa tersebut seharusnya dapat mendorong kita untuk dapat merealisasikan niat-niat baik kita. Kita tidak dituntut untuk melakukan hal-hal yang besar. Jika memungkinkan, kita bisa saja melakukan hal-hal yang besar itu, namun jika tidak, kita hanya diminta untuk melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang luar biasa. Intinya adalah kita perlu mendahulukan tindakan nyata daripada kata-kata.
(Fr. Tomas Tawurutubun)
“Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikanNya berkata-kata.”
(Mrk. 7: 37)
Marilah berdoa:
Tuhan Yang Maha Baik, semoga Engkau selalu memberkati dan mengingatkan kami akan pentingnya tindakan nyata daripada hanya sebatas niat ataupun kata-kata. Amin











