Hari biasa Pekan I Prapaskah (U).
Im. 19:1-2,11-18; Mzm. 19:8,9,10,15; Mat. 25:31-46.
Kekudusan adalah ciri khas Gereja. Gereja menjadi Kudus bukan karena usahanya sendiri, tetapi karena Yesus Kristus adalah Kudus. Karena kasih dan penyerahan diriNya, kekudusan lalu menjadi sebuah anugerah dari Tuhan bagi umatNya.Allah menghendaki agar dalam hidup ini, kita senantiasa berjalan bersama dengan Dia dalam kekudusan. Untuk itu, Allah lalu memberikan hukum-hukumNya sebagai pegangan agar kita tetap berada di jalan kekudusan. Maka tak heran kalau dalam Perjanjian Lama kita dapat menemukan banyak sekali hukum dan aturan. Terhadap semua hukum itu, Tuhan Yesus menyatakan bahwa hukum yang terutama adalah “hukum cinta kasih”, yakni mengasihi Allah dan sesama kita. Bila kita mengasihi Tuhan, Allah kita, maka seharusnya kita pun mengasihi sesama kita sama seperti kita mengasihi diri kita sendiri.
Injil hari ini mengajarkan kepada kita semua bagaimana kita melaksanakan hukum yang utama untuk dapat menjadi kudus. Dan yang menjadi tolak ukurnya ialah dengan mencintai sesama kita. Tuhan secara terang-terangan mengatakan bahwa orang jahat adalah mereka yang egois hidupnya. Sedangkan orang yang baik adalah mereka yang senantiasa solider dengan sesamanya, yang kecil dan hina. Hal ini nampak dalam perkataan Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Kekudusan itu selalu menuntut adanya cinta kasih yang sempurna kepada Allah dan kepada sesama manusia. Allah menghendaki agar kita tak hanya mengasihi diriNya tetapi juga sesama kita. Itu terjadi karena Ia hadir dalam diri setiap manusia yang memang diciptakanNya seturut dengan gambar dan rupa Allah. Bahkan dalam diri mereka yang paling hina sekalipun Allah turut hadir.
Sebagai anggota Gereja kudus Allah, kita dituntut untuk senantiasa hidup sesuai dengan kehendakNya. Kehendak Allah ialah agar kita senantiasa kudus, dan hidup dalam semangat cinta kepadaNya dan juga sesama kita, lebih-lebih dengan mereka yang hina dan terpinggirkan. Semangat cinta itu kiranya tak hanya sebatas konsep di pikiran atau sekedar ucapan manis di mulut. Hendaklah itu dinyatakan dalam tindakan riil: memberi makan dan minum bagi mereka yang kekurangan, kesulitan untuk mengisi perut dengan sesuap nasi; memberi pakaian kepada mereka yang kebebasannya dilucuti secara semena-mena; memberi tumpangan bagi mereka yang kehilangan rumah karena menjadi korban konflik antar penguasa; dan melawat mereka yang sakit karena kehilangan harapan untuk dapat tetap sehat di tengah sulitnya hidup ini’.
(Fr. Antonius Braien El)
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”
(Mat. 24:40).
Marilah berdoa:
Tuhan bantulah kami untuk senantiasa berjalan bersama-Mu di jalan kekudusan. Amin.