Hari Jumat ses Rabu Abu (U)
Yes. 58:1-9a; Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19; Mat. 9:14-15.
Bacaan pertama hari ini sangat menarik. Nabi Yesaya menggambarkan mengenai cara berpuasa yang benar. Dikatakan dalam kitab Yesaya bahwa berpuasa yang benar itu haruslah membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk, supaya memerdekakan orang yang teraniaya, memecah-memecahkan roti bagi yang lapar, berbagi pakaian dengan yang miskin. Kita dapat melihat bahwa hal-hal di atas merupakan perbuatan-perbuatan dasar yang harus dibuat oleh seseorang. Memang ada orang-orang yang mempunyai pemahaman yang salah soal berpuasa. Seperti yang digambarkan dalam bacaan pertama ini. Ada orang-orang yang pada saat melakukan puasa mereka kemudian berusaha untuk meninggikan diri di hadapan Allah. Padahal hal tersebut bukanlah seperti yang Tuhan inginkan.
Bacaan Injil pada hari ini memperlihatkan kepada kita semua soal murid-murid Yohanes yang datang bertanya kepada Yesus soal berpuasa. Yesus pun menjawab pertanyaan mereka dengan berkata, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi pada waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Dalam tradisi Yahudi, puasa identik dengan keprihatinan atau keadaan dukacita. Keberadaan Yesus yang saat itu bersama-sama dengan para murid hendak mengartikan bahwa tidak ada dukacita saat itu. Mengapa? Kebersamaan dengan Yesus merupakan kebersaaman dengan Allah. Bersama dengan Allah artinya tidak ada keprihatinan, dukacita, kesedihan, tetapi hanya ada sukacita. Singkatnya, tidaklah tepat seseorang berpuasa, ketika dia sedang bersukacita.
Kedua bacaan ini, kiranya menunjukkan dua hal penting kepada kita semua. Pertama, bahwa kebersamaan dengan Tuhan Yesus yang adalah Allah merupakan gambaran kehidupan surgawi. Artinya tidak ada dukacita dan kesedihan di sana melainkan kebersamaan yang penuh dengan sukacita. Kedua, berpuasalah sesuai dengan tuntunan kuasa Tuhan. Jauhilah! Berpuasa karena dituntut oleh hukum dan aturan yang ada. Dalam Tuhan kita pasti bisa merasakan suatu makna dari berpuasa yang sejati.
(Fr. Mario R. B. Ngantung)
“Tetapi waktunya akan datang mempelai itu dialbil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa” (Luk. 9:15).
Marilah berdoa:
Ya Tuhan, tuntunlah kami dalam berpuasa. Amin