Hari biasa (H)
Sir. 2:1-11; Mzm. 37:3-4,18-19, 27-28, 39-40; Mrk. 9:30-32.
Pernahkah kita merasa bahwa Tuhan meninggalkan kita? Jika ya, salah satu penyebab yakni masalah hidup. Masalah yang seakan-akan tidak memiliki jalan keluar. Hal ini membuat kita merasa bahwa “Tuhan tidak lagi mau menolongku?”. Tetapi apakah benar Tuhan meninggalkan dan tidak mau menolong kita?
Dalam kitab Sirak terdapat nasehat-nasehat. Nasehat-nasehat itu berisikan tentang bagaimana sikap kita menghadapi pencobaan. Dalam segala penderitaan tetaplah bersandar kepada-Nya. Dalam Injil, Yesus mengajarkan kepada kita untuk bersabar dan mendekatkan diri kepada-Nya. Yesus pun akan menderita. Penderitaan yang hebat akan Dia alami dan itu sudah dikatakan-Nya. Hal menarik yakni Yesus tahu tentang hal buruk yang akan dialami-Nya tetapi Ia tetap berkarya. Apakah Dia depresi dan ingin bunuh diri. Pastilah tidak. Dia tetap melakukan apa yang mestinya Dia lakukan. Dia tetap berjalan dan melakukan banyak kebaikan.
Yesus mengatakan bahwa Dia akan diserahkan untuk dibunuh. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada orang yang akan menjadi penyebabnya. Pernyataan Yesus tentang penderitaan-Nya disampaikan kepada para murid. Hal itu menjadi “penderitaan” tersendiri di antara para murid. Para murid kaget dan heran karena “kabar buruk” dari Yesus. Para murid mendapat masalah. Mereka menjadi tidak tenang. Itulah sebabnya, para murid merasa bingung dengan apa yang Yesus katakan. Meskipun dalam “penderitaan”, para murid tetap berjalan dan berkarya bersama Yesus.
Orang yang tetap tabah dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan akan mendapat “hadiah”. Tentunya orang yang mendapatkan “hadiah” adalah mereka yang tetap berpasrah kepada Tuhan seperti seorang anak kecil kepada ayahnya. Anak kecil selalu meminta bantuan kepada orang-orang yang di sekitarnya termasuk ayahnya. Seperti anak kecil yang menangis ketika jatuh dari kursi yang didudukinya. Tetapi karena ia menangis sehingga sang ayah datang kepadanya, mengangkatnya, memeluknya erat dan mengatakan kepadanya “jangan jauh-jauh dari ayah ya nak”.
Sebuah ungkapan yang tulus dari seorang ayah. Ungkapan itu menggambarkan kepedulian yang mendalam. Ungkapan itu menunjukkan bahwa sang ayah akan selalu ada dan tidak akan meninggalkan anak-anaknya. Meskipun sang anak menangis, sang ayah tetap menemaninya. Dengan demikian sang ayah tidak hanya berada ketika si anak gembira. Tetapi juga pada saat dia mengalami banyak masalah. Apa tanggapan kita, jika Bapa berkata, “Jangan jauh-jauh dari Ayah ya nak?”.
(Fr. Jefry Lumentut)
“Hendaklah hatimu tabah dan jadi teguh” (Sir. 2:2).
Marilah berdoa:
Ya Allah, buatlah kami untuk selalu mencari Engkau. Amin.