“Syarat Masuk Kerajaan Allah”: Renungan, Selasa 24 Juli 2018

0
3474

Hari Biasa (H)

Mi. 7:14-15, 18-20; Mzm. 84:2-4,5-6,7-8; Mat. 12:46-50

Hidup baik atau tidak menjadi penentu seseorang layak atau tidak layak masuk Kerajaan Allah. Jika kehidupannya berkenan di hadapan Allah maka pasti dia diselamatkan dan memperoleh kebahagiaan. Syarat mencapai keselamatan dan merasakan kebahagiaan abadi dalam kerajaan-Nya yakni, mengikuti kehendak dari Allah sendiri.

Sikap rendah hati dan siap sedia mematuhi perintah Tuhan menjadi prinsip utama yang mesti dilaksanakan. Tindakan tersebut membutuhkan kesetiaan dan pengorbanan dari masing-masing orang untuk menjaga hubungan atau relasi personal dengan Allah.

Ketika Allah yang Maha Rahim menghendakinya, kita harus berjalan sesuai kehendak-Nya. Kebanyakan dari kita yang berbuat dosa takut untuk menghadap Allah karena perasaan bersalah dan gentar menghantui hidup kita.

Berhadapan dengan situasi yang demikian, Nabi Mikha memberikan contoh kepada kita bagaimana harus bersikap dan memberanikan diri untuk menghadap Allah, katanya: “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut” (Mi. 7:18-19).

Menghadap Allah dan memohon bantuan serta pertolongan-Nya, menghantar kita untuk bersikap patuh pada apa yang menjadi keputusan atau kehendak-Nya. Sabda Allah dalam Injil hendak melukiskan bagaimana Yesus dicari oleh ibu dan sanak saudara-Nya ketika Ia sedang berbicara dengan orang banyak. Tetapi respon Yesus sungguh berbeda. Ia malah berbalik bertanya: “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?

Sungguh bila orang memahami sepintas kalimat ini pastilah mereka akan menyebut Dia durhaka, karena tidak menghargai keluarga-Nya sendiri. Namun apakah ini yang dimaksudkan oleh Yesus? Tidak!

Yesus justru memberi penegasan bahwa ibu dan sanak saudara-Nya tidak hanya terbatas pada hubungan biologis saja, melainkan mencakup hubungan yang lebih luas dan mendalam. “Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku”.

Yesus memang mencintai, menghargai ibu dan saudara-saudari-Nya. Akan tetapi, Yesus juga merasa bersaudara dengan siapa saja yang berkehendak baik melakukan kehendak Bapa di Surga. Karena kedatangan Yesus tidak hanya untuk menyelamatkan keluarga-Nya dan sebagian orang saja, melainkan semua orang yang datang kepada-Nya dan melaksanakan kehendak Bapa-Nya.

(Fr. Jefry Fenanlampir) 

“Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam!” (Mzm. 84:2)

Marilah berdoa :

Ya Bapa, ajarlah aku agar dapat bersikap rendah hati, supaya layak disebut pengikut-Mu. Amin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini