“Kerendahan Hati” Renungan, Senin 29 November 2021

0
1120

Hari Biasa Pekan Advent 1 (U).

Yes. 2:1-5; Mzm. 122:1-2.3-4a. (4b-5.6-7) 8-9; Mat. 8:5-11.

George Washington adalah seorang Presiden Amerika Serikat dan sekaligus Jendral yang sangat terkenal. Suatu ketika George melakukan blusukan dengan menunggang sebuah kuda. Di sana, ia melihat di suatu area, sejumlah prajuritnya yang bersusah payah mendorong batang kayu yang besar, sedangkan seorang kopral pemimpin pasukan itu hanya berteriak sambil berkacak pinggang. Melihat hal itu, ia mendekati si kopral dan bertanya kenapa ia tidak membantu anak buahnya. Dengan tegas si Kopral menjawab : “Saya adalah seorang kopral, dan saya adalah pemberi perintah!”. Mendengar jawaban itu George turun dari kudanya dan membantu prajurit-prajuritnya. Dengan upaya yang keras mereka akhirnya berhasil memindahkan batang kayu yang besar itu.  Selesai membantu para prajuritnya, dengan tenang George mendekati si Kopral dan berkata: “Lain kali kalau anak buah anda menghadapi kesulitan, panggil seorang Panglima!”. Seketika mereka semua terdiam dan terkejut bahwa orang yang turun dari kuda dan membantu mengangkat batang kayu itu adalah George Washington Sang Jenderal, Panglima mereka.

Hari ini Injil mengisahkan tentang sikap kerendahan hati seorang perwira di Kapernaum yang kemudian menyaksikan mukjizat dari Yesus. Hal ini dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, tindakan kasih. Tindakan kasih mendorong sang perwira untuk melangkah menemui Yesus mewakili bawahannya yang sedang terbaring sakit. Walau lebih mudah baginya untuk memerintahkan seorang bawahan untuk pergi menjumpai Yesus, tetapi ia memilih untuk melakukannya sendiri. Kedua, iman kepercayaannya terhadap Yesus. Sang perwira percaya bahwa kata-kata Yesus penuh daya dan kuasa. Yang mana, apabila orang percaya, maka Yesus dapat melakukan mukjizat walaupun Ia tidak hadir secara langsung.

Kedua kisah di atas mengingatkan kita bahwa menjadi rendah hati adalah mengenali dengan sungguh-sungguh kebergantungan kita kepada Tuhan. Sebab, setinggi apapun status atau jabatan kita, semuanya akan menjadi sia-sia apabila kita terlalu angkuh atau tinggi hati terhadap sesama. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa mengandalkan Tuhan dengan mau datang kepada-Nya serta dengan hati terbuka mau pula senantiasa mengasihi dan menghargai sesama.

 (Fr. Jessel Bastian Supit)

“Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” (Mat. 8:9).

Marilah kita berdoa:

Ya Tuhan, buatlah aku untuk senantiasa bersikap rendah hati terhadap sesamaku. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here