“Siapa yang Berhak Bahagia?”: Renungan, Sabtu 9 Oktober 2021

0
25 views

Hari biasa (H)

Yl. 3:12-21; Mzm. 97:1-2,5-6,11-12; Luk.11:27-28.

Dewasa ini, kebahagiaan seringkali diukur dengan apa yang kita miliki. Mereka yang hidup dalam kelimpahan, kemewahan, berkedudukan dan punya kekuasaan, oleh sejumlah orang akan dianggap bahagia. Seorang anak yang jujur, mandiri dan disiplin akan dipuji dan diteladani. Tidak hanya dirinya, anggota keluarganya pun akan dipuji.

Hal yang serupa dialami oleh Yesus. Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang seorang perempuan yang memuji ibu Yesus ketika Yesus sedang mengajar banyak orang. “Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan susu yang telah menyusui Engkau” (Luk. 11:27). Sebuah pernyataan singkat yang jika dicermati dengan baik mengandung ungkapan kekaguman. Alasan mendasar pernyataan itu disampaikan, karena pelbagai kelebihan yang ada dalam diri Yesus. Yesus punya kuasa untuk melakukan mukjizat serta hal-hal besar lainnya yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Kuasa-kuasa itulah yang menjadikan-Nya unik. Maria dipuji karena memiliki Putra yang sungguh luar biasa. Putra yang punya kuasa. Namun ketika pujian itu didengar oleh Yesus, Yesus berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:28).

Sebuah jawaban sederhana yang sejatinya memiliki makna yang sangat mendalam. Jawaban Yesus perihal siapa yang berbahagia sesungguhnya membuka mata hati kita, agar tidak terlena dengan kebahagiaan duniawi yang sifatnya sementara. Kedudukan, kekuasaan dan kemampuan diri kita merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara. Yesus ingin mengajak kita untuk mencari dan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Untuk mencapai kebahagiaan itu, ada dua hal yang harus dipraktikan dalam hidup, yakni mendengar Firman Allah dan memeliharanya. Firman Allah itu hendaknya diwujudnyatakan dalam hidup. Selain itu, Yesus mengajak kita supaya menjadikan Allah sebagai dasar dan tindakan dalam hidup, serta Firman-Nya sebagai penuntun perjalanan harian kita. Ketika kita tetap setia mendengar dan melaksanakan Firman-Nya, maka Allah akan selalu menyertai, menuntun dan memberkati kita, sehingga dalam segala situasi, entah itu dalam kesulitan dan penderitaan, kita akan tetap bergembira dan bersyukur. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Menjadi pertanyaan refleksi, sudahkah saya mendengar, mewujudnyatakan dan melibatkan Tuhan dalam hidup harian saya? Semoga permenungan ini menyadarkan kita semua untuk selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah hidup kita.

(Fr. Basilius Koisine)

“Tetapi Ia berkata:Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk. 11:28).

Marilah berdoa:

Ya Tuhan, bantulah kami agar tetap setia dalam mendengar dan melaksanakan Firman-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here