Refleksi: “Misi Para Religius di Tengah Berbagai Ketegangan dalam Persekutuan Gereja”

0
1233

Dunia tempat kita berpijak sekarang ini, secara sadar maupun tanpa disadari, sementara berada pada suatu era yang menuntut setiap individunya untuk terus berubah. Dalam perubahan tersebut, Gereja pun turut mengalami berbagai perubahan. Hal ini pun menjadi bukti dari perkataan Santo Agustinus, yakni “Ecclesia Semper Reformanda” yang berarti Gereja harus selalu mereformasi dirinya. Artinya, Gereja harus terus-menerus diperbaharui, dengan tentunya senantiasa menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Pembaharuan yang dilakukan pun membuat sehingga Gereja semakin berkembang dalam berbagai aspek yang ada di dalamnya. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat hal-hal tertentu yang menjadi kendala dalam proses pembaharuan. Di mana, kendala ini disebabkan oleh terjadinya beberapa ketegangan atau polaritas dalam Gereja.

Pertama, ketegangan organisasi. Di mana, persekutuan Gereja terkadang cenderung menampilkan cara hidup yang diatur secara ketat, karena coraknya yang hierarki. Sehingga, hanya orang-orang terpandang yang dilibatkan dalam struktur atau organisasi dalam Gereja. Konsekuensinya, spontanitas individu-individu dalam Gereja kurang mendapatkan perannya. Kedua, ketegangan antara kelompok dan pribadi. Di mana, Gereja seakan-akan dipandang hanya dijalankan oleh kelompok tertentu, yakni kaum klerus. Dengan kata lain, hanya kelompok hierarki yang dipandang sebagai pekerja dari karya kerasulan.  Konsekuensinya, individu-individu lain (awam) seakan-akan hanya dijadikan sebagai pelaksana karya kerasulan.

Ketiga, ketegangan antara kebersamaan yang bercorak mekanistik dan kebersamaan berdasarkan kebutuhan. Di mana, keikutsertaan dalam berbagai kegiatan kebersamaan masih didasarkan pada pemikiran bahwa hal itu merupakan suatu keharusan dan tidak dipandang sebagai sebuah kebutuhan. Akibatnya, makna terdalam dari kebersamaan tersebut tidak dapat diperoleh.

Keempat, ketegangan dalam hal perwujudan iman antara pengajaran doktrinal dan tanggapan pengalaman aktual. Di mana, perwujudan iman dalam Gereja terkadang hanya dipandang terbatas pada pengajaran iman yang bersifat doktrinal dan melupakan pengalaman aktual sebagai hal penting dalam melihat perwujudan iman secara konkrit.

Dengan demikian, berbagai ketegangan atau polaritas yang terjadi dalam Gereja ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi kaum religius. Sebagai pemipin umat beriman, para religius sesungguhnya dituntut untuk mengatasi berbagai ketegangan yang terjadi. Dengan berusaha mengubah paradigma umat beriman bahwa Gereja dapat terus berkembang jika ada usaha untuk memaksimalkan berbagai kreasi yang dapat dilakukan oleh individu-individu yang berada di dalamnya, memaksimalkan peran individu-individu dalam karya kerasulan Gereja, menghayati kebersamaan dalam Gereja sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi, dan menumbuhkan kesadaran bahwa perwujudan iman tidak hanya sebatas pada pengajaran iman, melainkan perlu dimaknai dan diaktualisasikan di dalam dan melalui pengalaman aktual.

(Fr. Stanislaus Andris Laritmas)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini