“Garam dan Terang”: Renungan, Selasa 12 Juni 2018

0
21420

Hari Biasa (H)

1Raj. 17:7-16; Mzm. 4:2-3,4-5,7-8; Mat. 5:13-16.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan berbagai tindakan. Dasar kita melakukan tindakan tersebut sebenarnya selain berguna bagi diri kita sendiri, semestinya berguna pula bagi orang lain. Jadi, apa yang kita pikirkan, kita ciptakan atau kita lakukan, bisa memberi hasil dan dampak yang berguna bagi siapa saja, tanpa terkecuali.

Segala tindakan kebaikan yang mengarah kepada siapa saja, terungkap dalam bacaan-bacaan hari ini, khususnya dalam sebuah kutipan inspiratif yakni “garam dan terang dunia”. Dalam bacaan Injil, garam dan terang dunia menjadi suatu pedoman bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap orang.

Kedua kata ini pada dasarnya sangat berhubungan erat dengan segala aktivitas kehidupan manusia. Garam menjadi bahan penyedap dalam masakan yang rasanya mampu merambat ke semua masakan sehingga bisa memberi rasa yang khas dan berbeda. Kiranya seperti itulah tindakan kita kepada sesame. Mampu memberi rasa yang berbeda bahwa ketika kita hadir di tengah-tengah mereka, ketenangan dan kedamaian mampu mereka rasakan.

Sedangkan terang merupakan alat pembantu bagi kita untuk beraktivitas. Tanpa terang atau cahaya kita pasti tidak mampu berbuat apa-apa. Kiranya seperti itulah tindakan kita memberi perlindungan dan kehangatan bagi sesama.

Kita patut belajar dari apa yang dilakukan oleh Elia kepada janda di Sarfat sebagaimana dalam bacaan pertama. Elia menjadi garam dan terang bagi janda tersebut beserta anaknya. Ia meneruskan apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Sehingga yang terjadi ialah janda dan anaknya dapat bertahan hidup oleh karena kuasa Allah yang membuat tepung dan minyak yang mereka miliki tidak pernah habis.

Menjadi garam dunia mengartikan kehadiran dan penampilan kita dengan segala tutur kata serta tindakan tentu membawa selera serta cita rasa baru bagi sesama. Sebaliknya dengan menjadi terang dunia, kita diharapkan menjadi penerang bagi sesama dalam setiap perjalanan kehidupan mereka tiap harinya.

Hendaknya garam dan terang tersebut tidak hanya bermanfaat bagi pribadi kita, tetapi juga bagi orang lain. Itulah syarat mutlak bagi kita untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati. Sebab, menjadi garam dan terang dunia merupakan suatu tugas dari Allah yang harus kita taburkan dan pancarkan kepada banyak orang. Lantas sudahkah kita menjadi cita rasa dan sumber cahaya bagi sesama?

(Fr. Relly S. Ndana)

“Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang” (Mat. 5:16).

Marilah berdoa:

Ya Tuhan, jadikanlah aku alat-Mu, pembawa cita rasa dan sumber cahaya bagi sesama. Amin

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini