“Cinta Sejati”: Renungan, 26 Maret 2018

0
133 views

Cinta bukan hanya sekedar kata-kata yang dibicarakan untuk mendapat pujian dari orang lain, tetapi cinta harus diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Cinta itu merupakan anugerah Allah. Karena cinta itu pula, Yesus Kristus, Putera Allah, rela turun langsung ke dunia untuk membebaskan umat manusia lewat pengorbanan-Nya. Pengorbanan ini memberikan contoh kepada manusia bahwa cinta adalah sebuah pengorbanan. Tanpa pengorbanan, cinta itu bukanlah cinta yang sejati. Sesuatu yang dilakukan tanpa pengorbanan bukanlah wujud cinta melainkan demi kepentingan dan keuntungan pribadi.

Injil hari ini mengisahkan bagaimana Yesus diurapi di Betania oleh Maria, saudari Lazarus. Ia diminyaki dengan setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya. Yudas Iskariot pun memprotes tindakan Maria ini. Lebih baik minyak tersebut dijual dan uangnya bisa diberikan kepada orang miskin. Sepintas, pemikiran Yudas mulia, akan tetapi hal tersebut dikatakan demi kepentingan dirinya sendiri. Sebagai bendahara, Yudas sering mencuri uang kas yang dipegangnya. Yesus tahu bahwa Maria melakukan itu karena ketulusan hati dan cintanya akan Yesus. Maria mengorbankan sesuatu yang mahal untuk mengurapi Yesus. Hal tersebut berbeda dengan Yudas yang dalam kesehariannya, pura- pura mencintai Yesus lewat kata-katanya. Perbuatannya penuh dengan kemunafikan. Yohanes sang penginjil menempatkan kisah ini setelah Yesus membuat mukjizat yang besar yakni membangkitkan Lazarus. Hal ini membuat banyak orang percaya pada Yesus. Mukjizat tersebut telah mengantar banyak orang pada sebuah kesaksian bahwa cinta akan Yesus membawa seseorang pada suatu kehidupan baru.

Kisah Yesus yang diurapi di Betania mau menunjukkan dua kelompok orang. Kelompok pertama ialah orang-orang yang percaya kepada Yesus, mau mengikutinya setulus hati dan rela mengorbankan kepunyaannya. Kelompok ini diwakili oleh Maria. Kelompok kedua ialah orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri dengan mengumbar kata-kata manis, seperti halnya Yudas Iskariot. Hidup ini adalah sebuah kesempatan yang menyediakan pilihan. Kita harus sadar bahwa cinta harus menjadi penggerak utama dalam karya pelayanan setiap hari. Cinta yang tulus kepada Allah tercermin lewat cinta kepada sesama, seperti yang dilakukan Maria saat melayani Yesus. Apa yang sangat berharga di mata dunia dipersembahkannya bagi Yesus. Sekarang, kita boleh berenung, di manakah posisi kita? Apakah berada dalam kelompok pertama atau yang kedua?

(Fr. Gregorius Anselmus Legi)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here